09 Februari 2011

Lipsus - KENIKMATAN RASA PEDAS ITU TERHENTI Oleh Zulkifli Lubis

Bengkulu, 15/1 (ANTARA) - Kebiasaan dan kenikmatan pedas cabai bagi masyarakat di Sumatra dan daerah lain di Indonesia sudah menjadi tradisi sehingga setiap hari selalu dibutuhkan.

Namun kenikmatan rasa pedas cabai sempat terhenti karena perkembangan harganya di pasaran saat lagi melambung tinggi.

"Sudah lumrah memang suatu barang yang dibutuhkan jika berkurang harganya melambung tinggi sehingga masyarakat terpaksa menahan diri tidak mengkonsumsi atau mengurangi makan cabai," kata Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan Kota Bengkulu Sarbaini.Namun, bila permintaan berkurang harganya pun kembali anjlok.

Bicara masalah harga tidak bisa menjadi pedoman baku karena fluktuasi per hari dan per jam bisa berubah sesuai perkembangan kebutuhan dan jumlah stok.

Harga cabai dalam beberapa pekan terakhir menjadi perhatian secara nasional karena sempat meroket hingga di atas Rp75.000 per kilogram.

Alasan pedagang besar di sentra produksi di Kabupaten Rejang Lebong Rusli (45) tingginya permintaan cabai itu menjelang tahun baru 2011 hingga saat ini rata-rata di atas Rp30 ribu per kilogram.

Faktor tingginya harga cabai itu, katanya, akibat masa panen petani terganggu oleh cuaca yang banyak turun hujan di penghujung tahun 2010, sehingga produksinya gagal.

Hal itu juga terjadi pada musim panen di luar Bengkulu dan bahkan sampai di Jawa, sedangkan kebutuhan baik konsumsi masyarakat perorangan maupun industri makanan cendrung meningkat.

"Biasanya kami mengirim ke luar Bengkulu setiap minggu ratusan ton, namun belakangan turun dan belasan ton saja akibat pasokan dari petani turun," ujarnya.

Seiring dengan menurunnya produksi cabai merah keriting, juga cabai rawit pasokannya sangat terbatas, sedangkan permintaan tinggi dan otomatis harga melambung mencapai Rp60 ribu per kilogram.

Sebelumnya harga cabai rawit paling tinggi Rp15 ribu, namun setelah permintaan meningkat maka harganya sejajar dengan cabai merah keriting.

Sementara seorang pedagang cabai di Kota Bengkulu Susila mengatakan, permintaan cabai rawit pada pekan ini turun drastis dari sebelumnya, sedangkan cabai merah keriting kembali menguat dipasaran.

Harga cabai rawit saat ini menjadi Rp27.000 per kilogram dari sebelumnya mencapai Rp30.000, sedangkan cabai merah keriting bertahan pada posisi Rp35.000.

Permintaan cabai rawit itu hanya dadakan saja pekan lalu, sehingga harga dipasaran naik tajam mencapai Rp60 ribu per kilogram.

Namun permintaan dadakan itu hanya berlangsung sepekan, kemudian setelah pasokan dari petani membanjiri pasar harganya kembali turun.

Berbeda dengan keberadaan cabai merah keriting harga lebih stabil, sedangkan peminatnya tetap bertahan baik masyarakat biasa maupun rumah makan dan lainnya.

Ia mengatakan, saat harga cabai rawit melambung para pedagang pengumpul mencari komoditas itu sampai ke pedesaan, sehingga memancing petani lebih bergairah mencari cabai tersebut.

Cabai rawit di wilayah Bengkulu umumnya tidak ditanam secara khusus karena tumbuh alami di lahan perkebunan rakyat secara liar dan dikembangkan oleh burung.

Kadangkala pohon cabai rawit itu dipelihara dan diambil buahnya oleh masyarakat secara sambilan, namun sebagian besar dibabat untuk membersihkan kebun mereka.

Cabai rawit itu biasanya setelah matang menjadi makan burung liar, sehingga tumbuhnya disembarang tempat pada semak belukar sekitar perkebunan masyarakat.

Dalam bentuk buah mentah yang masih hijau dijual masyarakat ke pasar karena untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang suka makan cabai rawit mentah saat memakan goreng-gorengan.

"Berbeda dengan keberadaan cabai merah keriting yang dikebunkan secara khusus pada satu areal, dengan menggunakan pupuk dan teknologi pertanian moderen," katanya.

Pasokan cabai merah dari sentra produksi dan luar Bengkulu saat ini cukup lancar, sedangkan harga di pasar bertahan akibat stok tingkat pedagang cukup banyak.

Cabai merah itu didatangkan dari daerah Kabupaten Rejang Lebong, Kepahiang dan kebun petani secara perorangan di Kabupaten Bengkulu Utara, namun sekarang berkurang akibat berbagai kendala.


Berburu cabai rawit
Pada awal harga cabai rawit naik sekitar bulan Desember 2010 stok pada tingkat pedagang sebagian besar menipis, sedangkan permintaan terus meningkat dan harga terus naik mencapai di atas Rp60 ribu per kilogram.

"Para pedagang pengumpul cabai memburu keberadaan cabai rawit itu sampai di pedasaan atau setiap pekan mingguan di wilayah terpencil, dengan harapan bisa membeli dengan harga rendah," kata Suhaimi (51) seorang pedagang pengumpul cabai.

Dirinya masuk ke setiap pekan di desa terpencil khusus membeli cabai rawit dan hasilnya cukup lumayan karena harga di pedesaan itu relatip masih murah.

Harga beli pada tingkat petani di setiap pekan berkisar antara Rp12.000 hingga Rp15.000 per kilogram, sedangkan harga jual pada pedagang besar di Kota Bengkulu di atas Rp50.000 per kilogram.

Dengan menggunakan sepeda motor setiap hari bisa mengumpul cabai rawit rata-rata di atas 50 kilogram.

Namun setelah petani mendapat informasi harga cabai rawit tinggi, maka harga di setiap pekan juga sudah naik, tak lama kemudian harga cabai rawit kembali anjlok menjadi Rp25 ribu per kilogram.

Sementara dana tertanam pada stok cabai sudah cukup besar dan akhirnya kembali rugi kemudian memutuskan beralih ke usaha lain di luar pedagang cabai rawit.

"Saya baru tahu kalau harga cabai itu tidak jauh dengan rasanya yaitu pedas-pedas tapi cepat sembuh, begitu juga dengan harganya sudah naik tinggi tak lama kemudian kembali ajnlok," ujarnya.

Seorang pedagang pengecer cabai di kawasan pasar Panorama Kota Bengkulu mengatakan, bisnis cabai tetap diimbangi dengan bahan pokok lainnya agar ketungannya bisa saling subsidi.

Bila mengandalkan dagangan cabai lebih banyak rugi dari pada untungnya karena harganya tidak bisa dipertahannyab berbeda dengan menjual bahan pokok lainnya.

Cabai itu bila tidak terjual dalam satu hari keesokan harinya sudah susut akibat kering, maka bisnis cabai harus habis dalam satu hari berbeda dengan pedagang besar sudah menggunakan sarana pendingin.

Selama ini cabai rawit itu paling banyak dipesan pedagang besar dari Lampung, Palembang dan bahkan Jakarta, karena harganya sangat tinggi.

Untuk harga pada tingkat pedagang pengecer di Kota Bengkulu saat ini selalu berpluktuasi sesuai perkembangan permintaan dan pasokan dari pedagang pengumpul.

"Kalau membeli dari pedagang pengumpul di Kota Bengkulu harganya pun sudah tinggi, namun pada tingkat pedagang pengumpul di pedesaan harganya masih cukup lumayan," katanya.

Harga cabai rawit pada tingkat pedagang besar di Kota Bengkulu saat rata-rata di atas Rp27.000 per kilogram, sedangkan di pedagang pedesaan masih dibawah Rp20.000 per kilogram.

Cabai rawit itu dipasok dari petani pekebun kopi, karena cabai itu biasanya tumbuh secara alami dan pohonnya menjadi rumput bersama semak belukar.

Para petani tidak betah menjual secara eceran di pekan tersebut, biasanya mereka begegas mau pulang ke tempatnya masing-masing atau lokasi kebunnya cukup jauh dari pekan tersebut.

Sentra produksi cabai rawit itu biasanya pada wilayah perkebunan rakyat, karena sebagian besar pohon cabai rawit tumbuh secara alami dipelihara untuk dipetik buahnya.

Berbeda dengan kawasan perkebunan besar seluruh rumput termasuk pohon cabai dibabat habis dengan menggunakan racun roundap, agar sekitar tanaman bisa bersih dari rerumputan liar.

Seorang pedagang pengumpul cabai rawit di Kabupaten Kepahiang Andum mengatakan, cabai rawit itu dipasok dari petani pedesaan karena tumbuhnya cukup banyak bersama rumput liar.

Para petani jarang sekali menanam cabai rawit secara khusus seperti cabai merah keriting, karena tumbuhnya disembarang tempat akibat disebarkan oleh burung pemakan cabai rawit tersebut.

Biasanya pohon cabai itu banyak tumbuh diareal perkebunan kopi rakyat atau bekas ladang berpindah, karena lokasinya sangat subur secara alami.


Tingkatkan ekonomi
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu Ir Mucklis Ibrahim mengatakan, kenaikan harga cabai rawit dan cabai merah keriting akhir-akhir ini berdampak besar pada tingkat ekonomi petani.

Peningkatan perluasan areal tanaman cabai di darah ini tergantung dengan cuaca karena tanaman cabai sangat rentan mati apabila terendam air.

Sentra produksi cabai merah kekriting di Provinsi Bengkulu terdapat di kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahiang, bila didukung cuaca cerah bisa menghasilkan ratusan ton per bulan.

Disamping didukung tanaman cabai masyarakat secara perorangan dalam luas skala kecil, biasanya harga cabai pada saat cuaca cerah rata-rata turun karena produksi peningkat.

Namun pada saat puncak musim penghujan di penghujung tahun 2010 produksi cabai merak keriting turun derastis, sedangkan permintaan terjadi peningkatan.

Harga cabai saat itu menembus angka Rp75.000 per kilogram, akibat produksi turun, kalau di Bengkulu walaupun harga cabai tinggi namun tetap jualannya.

Pada saat harga cabai merah keriting naik tinggi, menyusul harga cabai rawit juga terjadi pemintaan cukup banyak sehingga harganya bersaing.

Cabai rawit tersebut sampai sekarang belum ada petani khusus menanam dan mengembangkannya karena cabai itu tumbuh secara alam di setiap ladang masyarakat.

Pada saat harganya tinggi petani memelihara pohon cabai rawit itu secara rutin, biasanya terdapat disela pohon kopi atau tanaman kebun lada.

Petani pencari cabai rawit tersebut biasanya didapat pada bekas perladangan warga karena tumbuhnya sangat subur dan hamanya tidak ada selain burung.

Pengembangan cabai rawit di Provinsi Bengkulu sebagian besar dilakukan burung, sehingga tumbuhnya menyebar luas pada lahan garapan masyarakat.

Ke depan Dinas Pertanian akan membudidayakan cabai rawit tersebut menjadi kebun khusus sama dengan cabai merah keriting yang hingga sekarang sudah ada bibit unggul.

Namun cabai rawit di Sumatra rasanya lebih pedas, bila dibandingkan dengan cabai rawit di daerah lain seperti di Pulau Jawa dan Bali, sedangkan bentuknya lebih kecil.

"Kita akan mengatur musim tanam cabai petani, biasanya harga cabai itu naik setelah mendekati hari-hari besar seperti bulan puasa dan lebaran saat itu sto akan berkurang," katanya.

Dengan pengaturan musim tanam ke depan kebutuhan cabai itu bisa terkendali sedangkan harganya pun relatip terjamin.

© Copyright 2011 Perum LKBN Antara Biro Bengkulu . All rights reserved | Contact Us | About Us

Back to TOP