06 Juli 2010

TREMBESI PAYUNG LAHAN KRITIS DAN PAGAR DAS Oleh Zulkifli Lubis

Bengkulu, 16/6 (ANTARA) - Pohon trembesi (Samanea Saman) diyakini dapat menjadi payung lahan kritis dan pagar penahan daerah aliran sungai (DAS), disamping berfungsi menyerap 28.442 kilogram karbondioksida (CO2) setiap tahun.

Oleh karena itu, pohon berdahan rimbun dan berkayu besar itu, kini sangat disarankan untuk ditanam. Pemerintah menganjurkan trembesi untuk ditanam masyarakat dalam program penghijauan demi mengatasi kerusakan kawasan hutan.Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan telah melarang berbagai bentuk penebangan kayu hutan alami termasuk membatasi izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan bahkan menghentikan semua izin alih fungsi kawasan hutan mulai tahun 2010 hingga 2012.

Zulkifli meminta dukungan berbagai kalangan dan masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk menjaga hutan demi kelanjutan kehidupan masa depan anak cucu. Jumlah kawasan hutan di Tanah Air makin berkurang.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginisiasi program pengembangan pohon trembesi untuk memulihkan lahan kritis dan mengatasi pemanasan global di Indonesia.

Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ketahun Bengkulu Ir Dodi Susanto mengatakan bantuan bibit kayu trembesi sebanyak satu juta pohon seluruhnya sudah dikirim ke seluruh daerah tingkat II.

"Kita mengharapkan kepala daerah kabupaten/kota di Bengkulu sudah melakukan penyemaian bibit kayu trembesi bantuan pemerintah pusat itu, sehingga akhir tahun ini sudah bisa ditanam pada lokasi lahan kritis dan DAS," katanya.

Provinsi Bengkulu, katanya, sangat cocok ditami trembesi karena sebagian lahannya sudah banyak yang kritis dan rawan longsor, terutama pada bagian hulu sungai saat musim penghujan tiba.

Bila pohon trembesi itu sudah berkembang di Bengkulu diharapkan dapat mengurangi tanah longsor di daerah aliran sungai (DAS) yang tersebar di seluruh kawasan hutan lindung dan Taman Nasional.

Contohnya Taman Nasional Krinci Seblat (TNKS) dan taman nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), terdapat ratusan titik daerah kritis yang membutuhkan tanaman jenis trembesi.

Trembesi dineal sebagai pohon yang akarnya kuat menahan tanah, daunnya rimbun bisa menyerap karbon dalam jumlah besar. Lahan kritis bila sudah ditanami kayu trembesi akan menjadi rindang dan kembali subur.

Lahan kritis di daerah aliran sungai Provinsi Bengkulu luasnya mencapai 1,9 juta Ha. Lahan kritis itu terdiri atas 162,392 sangat kritis, 542.910 lahan kritis, agak kritis tercatat 705.768 Ha dan potensi kritis 561.641 Ha.

Upaya perbaikan kualitas hutan dan lahan akan diprioritaskan pada DAS Ketahun seluas 2.046 juta Ha, dengan prioritas pertama Manna dan Padang Guci di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur.

Provinsi Bengkulu memiliki 29 lokasi kawasan konservasi dengan luas 437.366 Ha terdiri atas dua Taman Nasional (380.910 Ha), 20 cagar alam (15.179 Ha), taman wisata alam (14.855 Ha).

Selain itu, katanya ada dua Taman Buru dengan luas 25.300 Ha, dan Taman Hutan Raya (Tahura) Raja Lelo (1.122 Ha), sedangkan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di sebelah Utara 310.910 Ha serta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) seluas 70.000 Ha.

Di kawasan hutan konservasi yang sangat luas itu terdapat ragam flora dan fauna endemik yang dikenal secara global jenis Rafflesia dan bunga bangkai yang sangat khas dan menarik wisatawan baik domestik maupun luar negeri untuk berkunjung ke Bengkulu.

Potensi khas Bengkulu tersebut hendaknya dipertahankan, dengan tidak merusak kawasan hutan. Masyarakat sekitar hutan juga perlu turut menanam pohon agar hutan kembali rindang.


Diperkenalkan
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Chairil Burhan mengatakan sebenarnya trembesi telah ditanam di Provinsi Bengkulu sudah sejak zaman konial Belanda.

Namun karena kayu dan buahnya tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, maka pohon tersebut hanya dijadikan pohon pelindung di beberapa lokasi tertentu.

Bukti kayu trembesi di Bengkulu sampai sekarang masih tumbuh subur di beberapa tempat antara lain dekat taman Makam Palawan, dibelakang kantor Balitbang Bengkulu dan di dekat rumah Dinas Pekerjaan Umum.

Trembesi sekarang kembali diperkenalkan, karena dinilai dapat menyerap karbon dalam jumlah besar bila dibandingkan dengan jenis kayu lainnya.

Trembesi, katanya, merupakan salah satu tanaman andalan yang diharapkan dapat mendukung keberhasilan program penghijauan lingkungan, reboisasi, dan pengayaan tanaman.

Pohon trembesi juga sering disebut pohon hujan atau ki hujan, lantaran air yang sering mentes dari tajuknya. Trembesi juga dikenal karena kemampuannya menyerap air tanah dan akar tunggangnya yang tangguh.

Pohon trembesi tingginya bisa mencapai di atas 20 meter dan berkanopi seperti payung, dengan bentang mencapai 25-35 meter. Di kawasan Eropa, pohon itu tingginya mencapai 60 meter dengan kanopi berdeameter 80 meter.

Di beberapa daerah di Indonesia kayu ini disebut kayu Ambon (Melayu), trembesi, munggur, punggur, meh (Jawa) dan ki hujan (Sunda). Kayu tersebut diperkirakan berasal dari Meksiko, Peru dan Brazil, namun sekarang sudah tersebar diseluruh daerah beriklim tropis termasuk Indonesia.

Di beberapa negara kayu trembesi juga disebut Pukul Lima (Malaysia), Jamjuree (Thailand), Cay Mura (Vietnam), (Villalti Siris (India), Algarrobo (Kuba), Bhagaya Mara (Kanada), Campano (Kolombia), Regenbaum (Jerman) dan Chorona (Potugis).

Ciri-ciri pohon trembesi mempunyai batang yang besar, bulat dan tinggi antara 10-20 meter, permukaan batangnya beralur, kasar dan berwarna coklat kehitaman termasuk pohon cepat tumbuh dan berumur panjang.

Seperti yang terdapat di Istana Presiden Jakarta yang ditanam sejak zaman kolonial Belanda (1870) sampai sat ini masih berdiri kuat dan kokoh, danunnya majemuk dan menyirip ganda.

Sedangkan bunganya berwarna merah kekuning-kuningan, buahnya berwarna hitam berbentuk polong dengan panjang antara 30-40 cm dan didalamnya terdapat beberapa biji keras berbentuk lonjong.

Sebagai tanaman polong-polongan biasanya dapat menyerap nitrogen dari udara dan melalui sistem perakarannya berperan dalam menyuburkan tanah.


Hentikan alih fungsi
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengakui saat ini banyak sekali usulan untuk mengalihfungsikan kawasan hutan dari status lindung ke hutan produksi dan lainnya. Namun ia telah memutuskan kebijakan itu untuk sementara dihentikan.

"Kawasan hutan kita perlu ditata ulang dan dihijaukan bagi yang sudah terlanjur rusak, sehingga akan mendukung resapan karbon (CO2) yang sangat dibutuhkan semua mahluk hidup," katanya.

Alih fungsi kawasan hutan itu, terjadi pada semua tanaman komuditi termasuk kelapa sawit.

Di Provinsi Bengkulu saja sudah mengusulkan ratusan ribu hektare termasuk daerah lain, namun semua itu tidak akan diproses mengingat kerusakan kawasan hutan di tanah air makin bertambah.

Bagi kawasan hutan yang terlanjur rusak akan dihijaukan kembali dengan tamaman kayu sesuai dengan keunggulan masing-masing daerah, seperti di Bengkulu bisa dikembangkan kayu bawang, bambang lanang dan lainnya.

Pemerintah memprogram menghijaukan lahan seluas 500 ribu hektare dengan dana APBN antara Rp2,5-Rp3 triliun, namun untuk tahun 2010 akan dialokasi dana Rp675 miliar untuk membiayai 50 juta bibit kayu.

Sedangkan program pemerintah akan membuat bibit sebanyak satu triliun pohon termasuk jenis kayu trembesi. Pengembangan pengelolaan kawasan hutan ke depan lebih diprioritaskan pada pola hutan kemasyarakatan (HKM), dengan melibatkan sekitar 100 ribu kelompok masyarakat.

Selain itu, katanya, pemerintah akan menggalakan pola hutan desa yang langsung dikelola desa di sekitar kawasan hutan. Masyarakat sekitar hutan akan diberikan kewenangan penuh dalam mengelola kawasan hutan tersebut, katanya.

Kerusakan kawasan hutan di tanah air yang semakin parah saat ini membuat fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan sudah terganggu.

Kerusakan hutan itu tidak hanya berdampak pada biologis, habitat tumbuhan alam dan satwa liar, tapi membuat kerugian ekonomis, sosial, budaya dan mengancam integrasi bangsa dan negara Indonesia.

Menurut dia, sumberdaya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan merupakan aset bangsa yang memberi peran penting dalam memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional untuk menyejahterakan masyarakat.

Sumberdaya hutan di Indonesia dikenal sebagai "mega biodiversity" yang terbesar ketiga di dunia.

Selama tiga dekade terakhir, sektor kehutanan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, baik sebagai penghasil devisa, pembangkit aktivitas sektor lain, penyerap tenaga kerja dan penahan longsor, banjir dan sumber kehidupan satwa serta mahkluk lainnya.

"Namun di sisi lain pembangunan kehutanan juga telah menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan," ujarnya.

Untuk merehabilitasi kawasan hutan yang sudah hancur, Menhut mengajak semua pihak membangun komitmen dan melakukan langkah nyata dalam membantu mewujudkan visi pembangunan sektor kehutanan secara menyeluruh.

Dewasa ini, kata Menhut, kawasan hutan negara seluas 120,35 juta hektare atau 62,6 persen dari luas daratan Indonesia mengalami kerusakan sangat serius.

Pada periode 1977-2000 laju deforestasi mencapai 2,83 juta Ha/tahun, pada saat ini luas kawasan hutan yang sudah terdegradasi mencapai 59,2 juta Ha, kerusakan itu disebabkan antara lain pembukaan hutan skala besar untuk berbagai keperluan pembangunan, "illegal logging", perambahan, dan kebakaran hutan.

Dampak lanjutannya adalah timbulnya bencana alam, banjir, longsor, kekeringan, pengeseran iklim dan kerusakan lingkungan.

© Copyright 2011 Perum LKBN Antara Biro Bengkulu . All rights reserved | Contact Us | About Us

Back to TOP