18 Juli 2009

DEWAN PERS TOLAK POIN PEMBREDELAN DALAM REVISI UU PERS

Bengkulu, (ANTARA) - Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara menegaskan, pihaknya akan menolak dimasukkannya poin yang mengarah pada upaya pembredelan pers dalam revisi terhadap UU Nomor 40/1999.
"Saya tidak menolak revisi UU Pers, tapi Dewan Pers akan menolak jika revisi itu memasukkan poin atau pasal-pasal untuk membredel dan mengatur kebebasan pers," kata Leo ketika ditanya ANTARA di Bengkulu,
Ia menjelaskan, revisi UU Pers yang yang mengarah ke pembredelan media tidak sesuai dengan kemerdekaan pers yang sudah berjalan sekarang ini.
Menurut dia, memang UU Nomor 40/1999 masih perlu disempurnakan sebab masih ada beberapa kelemamahan, namun ada juga kelebihannya, revisi hendaknya lebih menyempurnakan agar kehidupan dan kebebesan pers lebih terjamin.
Jangan sampai revisi justru mematikan kehidupan pers. Kalau seperti itu berarti pers Indonesia kembali ke masa lalu, dan ini tidak boleh terjadi, katanya.
Ia mengaku, upaya untuk mencegah revisi terhadap UU Pers itu tidak bisa dilakukan karena tidak ada pasal yang menjadi cantolan atau payung hukum dalam UUD dan itu menjadi kelemahan, sehingga setiap saat manakala DPRD atau menghendaki perubahan, tetap bisa dilakukan.
Leo Batubara mengatakan, UU Nomor 40/1999 sebenarnya sudah cukup baik dan mampu mendorong kehidupan pers di tanah air yang terus berkembang hingga saat ini.
Namun nasib UU itu juga bisa tidak panjang manakala DPR dan pemerintah menghendaki adanya perubahan atau revisi, sebab memang payung hukum untuk mencegahnya belum ada.
UU Nomor 40/1999 itu merupakan hasil kesepakatan antara antara DPR dan pemerintah (legislatif right), bukan merupakan amanat dari UUD, karena itu jika berita-berita yang dihasilkan media massa tidak memuaskan pihak pemerintah atau DPR, sewaktu-waktu bisa diubah.
Ketika ditanya, Leo juga menyatakan bahwa Dewan Pers akan menolak adanya Peraturan Pemerintah (PP), karena apabila itu diberlakukan sama artinya mengekang kehidupan pers.
Dengan adanya PP berati pemerintah akan mengatur kehidupan pers, dan ini sama juga artinya kembali ke masa lalu ketika Undang-Undang Pokok Pers Nomor 21/1982 masih diberlakukan kemudian diikuti dengan keluarnya PP.
Secara garis besar, katanya, upaya revisi yang mengarah pada menghambat kebebasan pers akan mematikan kehidupan pers, termasuk upaya menjadikan Dewan Pers sebagai "eksekutor".
Ia menegaskan, Dewan Pers tidak menolak revisi, tapi revisi itu harus dilakukan secara rasional dan tetap mendengarkan aspirasi masyarakat pers yang perannya sangat besar dalam kehidupan demokrasi di tanah air.

© Copyright 2011 Perum LKBN Antara Biro Bengkulu . All rights reserved | Contact Us | About Us

Back to TOP